ANALISIS PENANGANAN PENYELESAIAN PERKARA DISPENSASI NIKAH PADA PENGADILAN AGAMA SETELAH PERUBAHAN UU PERKAWINAN
Loading.....
Surakarta
- Pengadilan Agama Surakarta Pengadilan Agama Surakarta didirikan pada
tanggal 19 Januari 1882. Surakarta adalah bekas Daerah
Swapraja. Daerah Kerajaan Jawa, pindahan dari Kraton Kartosuro, yang
ketika ada gegeran pemberontakan orang - orang Cina sehingga Keraton dapat
diduduki oleh Pemberontak, Keraton terpaksa dipindahkan dari Kartosuro ke
desa Sala, yang kemudian dinamakan Surakarta Hadiningrat. Raja yang
memerintah Mangkunegaran berstatus Adipati Mangkunegoro. Kerajaaan Surakarta mempunyai susunan
Pemerintahan yang mewarisi Pemerintahan Kerajaaan Mataram II, Pajang
dan Demak. Menjalankan Hukum Syara’ yang berhubungan dengan
ibadah, dsb.152, tentang pembentukan Raad Agama Jawa
& Madura Pengulu Ageng di Surakarta di jabat oleh K. di wisuda oleh
Sinuwun Pakubuwono ke II, menjadi Pengulu Ageng Kraton Surakarta pada
tanggal 3 Safar, tahun 1815 c / 1883 M dan pada waktu di Surakarta
dibentuk Landraad pada tanggal 1 Maret 1903, maka beliau diangkat menjadi
Hoofd Pengulu Landrand dengan Keputusan Residen tanggal 7 Januari 1903
No.
Pengadilan Agama di
Surakarta mengalami pasang dan surut. Dan sejalan dengan adanya perubahan
Administrasi Territorial PemerintahanRI maka luas Wilayah Hukum dari Pengadilan
Agama Surakarta pun turut mengalami perubahan. Kabupaten / Dati II Karanganyar Dengan adanya perubahan wilayah hokum tersebut dengan sendirinya
berpengaruh pada volume perkara pada Pengadilan Agama di Surakarta. PERKEMBANGAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA 152, tentang pembentukan Raad Agama di Jawa dan
Madura, Pengadilan Agama di Surakarta diselenggarakan oleh Badan dan
Peradilan yang bernama Pengadilan Serembi yang dipimpin oleh Pengulu Ageng
Kerajaan Surakarta Hadiningrat. Adapun wewenangnya seperti tersirat dalam
Sabda Raja Sinuwun Pakubuwono ke IX di Surakarta Hadiningrat sewaktu melantik
K. menjadi Pengulu Ageng di Kerajaan Surakarta Hadiningrat pada malam
Jum’at tanggal 4 Sofar, tahun Dal, 1815 C / 1883 M, dangan kata
– kata sebagai berikut . Dan kami percayakan kepadamu tentang urusan
Agama bagi rakyat kami semua. Hendaknya engkau mengusahakan pendidikan
Agama menurut kemampuan kepada rakyat kami, begitu juga kepada orang –
orang perdikan, kaum, dan lain – lain yang termasuk Abdi Dalem
Mutihan. Dan juga tentang pengembangan serta
kemajuan Agama Islam. Dan juga telah kami percayakan kepadamu
menjalankan hukum agama menurut yang sebenarnya.
luaran kali ini saya
menerbitkan mengenai "ANALISIS PENANGANAN PENYELESAIAN PERKARA
DISPENSASI NIKAH PADA PENGADILAN AGAMA SETELAH PERUBAHAN UU
PERKAWINAN" yang dimana Salah satu dampak dari perubahan Undang-Undang
Perkawinan ini adalah meningkatnya permohonan dispensasi nikah di Pengadilan
Agama. Dispensasi nikah merupakan izin khusus yang diberikan oleh
pengadilan kepada calon pasangan yang belum memenuhi batas usia minimal
perkawinan untuk tetap dapat melangsungkan pernikahan dengan alasan
tertentu. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, disebutkan bahwa
permohonan dispensasi nikah hanya dapat diberikan apabila terdapat alasan
mendesak dan disertai dengan bukti yang cukup. Selain itu, dalam
proses permohonan dispensasi, hakim diwajibkan untuk mendengar pendapat
dari orang tua atau wali, serta mempertimbangkan faktor-faktor yang
berkaitan dengan kepentingan terbaik bagi calon pengantin yang masih di bawah
umur. Dalam praktiknya, peningkatan
batas usia minimal perkawinan ini membawa tantangan tersendiri bagi pengadilan
dalam menangani perkara dispensasi nikah. Sejak diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, jumlah perkara dispensasi nikah yang
diajukan ke Pengadilan Agama meningkat secara signifikan. Banyak faktor
yang melatarbelakangi permohonan dispensasi ini, mulai dari kehamilan di
luar nikah, tekanan sosial dan budaya, hingga alasan
ekonomi. Hakim Pengadilan Agama dihadapkan pada dilema dalam memutuskan
perkara dispensasi nikah, karena di satu sisi mereka harus menjalankan
amanat undang-undang untuk melindungi hak anak, namun di sisi lain mereka
juga harus mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi pemohon yang sering kali
menghadapi tekanan untuk segera menikah. Akibatnya, banyak keluarga yang
tetap mengajukan permohonan dispensasi nikah dengan harapan agar anak mereka
dapat segera menikah tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka
panjangnya. Dari sisi sistem peradilan, penanganan perkara dispensasi
nikah juga membutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif. Hakim dituntut
untuk lebih selektif dalam memberikan izin dispensasi dan memastikan bahwa
keputusan yang diambil benar-benar sesuai dengan prinsip perlindungan
anak. Berdasarkan uraian di atas, penting untuk melakukan kajian
mendalam mengenai penanganan penyelesaian perkara dispensasi nikah di
Pengadilan Agama setelah perubahan Undang-Undang Perkawinan. Kajian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang
lebih baik mengenai implementasi kebijakan dispensasi nikah, kendala
yang dihadapi dalam pelaksanaannya, serta langkah-langkah yang dapat
dilakukan untuk memastikan bahwa perubahan undang-undang ini benar-benar
efektif dalam melindungi hak anak dan mengurangi angka perkawinan usia dini di
Indonesia. Prosedur pengajuan dispensasi nikah di Pengadilan Agama setelah
perubahan UU Perkawinan melalui UU No. Namun, dalam kondisi
tertentu, pernikahan sebelum usia 19 tahun masih dimungkinkan melalui
mekanisme dispensasi nikah yang harus diajukan ke pengadilan. Bagi calon
mempelai yang belum mencapai usia 19 tahun, orang tua atau wali mereka
harus mengajukan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama bagi Muslim
atau Pengadilan Negeri bagi non-Muslim. Dispensasi
ini hanya dapat diberikan jika ada alasan yang sangat mendesak dan dengan
mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak. Untuk memperketat
pemberian dispensasi nikah dan memastikan bahwa pernikahan dini benar-benar
terjadi karena alasan yang dapat dibenarkan, Mahkamah Agung mengeluarkan
Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili
Permohonan Dispensasi Kawin. Peraturan ini memperjelas prosedur dan
standar yang harus dipenuhi dalam pengajuan dispensasi, termasuk kewajiban
bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan ketat sebelum memberikan keputusan. Pedoman Pemeriksaan Perkara Permohonan Dispensasi
Kawin Selama ini yang dijadikan sebagai pedoman pemeriksaan perkara dispensasi
kawin di pengadilan, terutama di Pengadilan Agama, adalah Buku
II . Putusan atas perkara permohonan dispensasi kawin adalah dalam
bentuk penetapan dan dapat diajukan upaya hukum dalam bentuk kasasi. Guna
mengatur hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan
peradilan, khususnya dalam mengadili perkara permohonan dispensasi
kawin, maka Mahkamah Agung RI merumuskan norma-norma pemeriksaan perkara
dispensasi kawin dalam Perma Dispensasi Kawin. Mewujudkan standarisasi
proses mengadili permohonan dispensasi kawin di pengadilan. Pedoman pemeriksaan perkara dispensasi kawin menurut
Perma Dispensasi Kawin dalam dua sub pembahasan. Pihak yang berhak
mengajukan permohonan dispensasi kawin adalah kedua orang tua calon
mempelai. Dalam hal salah satu orang tua telah meninggal dunia, maka
yang mengajukan permohonan dispensasi kawin adalah orang tua yang masih hidup. Apabila
kedua orang tua telah meninggal dunia atau dicabut kekuasaannya atau tidak
diketahui keberadaannya, maka yang mengajukan permohonan dispensasi kawin
adalah wali. Untuk mengidentifikasi setiap
permohonan dispensasi perkawinan telah memenuhi persyaratan administratif, seharusnya
panitera membuat daftar ceklis kelengkapan administrasi pengajuan permohonan
tersebut. Apabila pengajuan pemohonan
perkara dispensasi kawin belum memenuhi persyaratan administratif tersebut di
atas, maka panitera mengembalikan permohonan tersebut kepada
pemohon untuk dilengkapi. Apabila permohonan dispensasi kawin telah
melengkapi persyaratan administratif, maka permohonan itu dicatat di dalam
register perkara permohonan, setelah yang bersangkutan membayar panjar
biaya perkara. Pemeriksaan perkara dispensasi kawin dilakukan oleh hakim
tunggal pada Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri. Klasifikasi hakim
yang menyidangkan perkara dispensasi kawin adalah hakim yang sudah memeiliki
Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung sebagai hakim anak, mengikuti
pelatihan dan/atau bimbingan teknis tentang perempuan berhadapan dengan hukum
atau bersertifikat Sistem Peradilan Pidana Anak, atau berpengalaman
mengadili permohonan dispensasi kawin. Jika
di suatu pengadilan, tidak ada hakim dengan kualifikasi tersebut, maka
setiap hakim dapat mengadili permohonan dispensasi kawin. Tujuan hakim
diharuskan mendengar keterangan anak adalah untuk mengidentifikasi anak yang
diajukan permohonan dispensasi kawin mengetahui dan menyetujui
perkawinan, kondisi psikologis, kesehatan, dan kesiapan anak
untuk melangsungkan perkawinan dan membangun kehidupan rumah tangga, dan
paksaan psikis, fisik, seksual atau ekonomi terhadap anak dan/atau
keluarga untuk kawin atau mengawinkan anak. Dalam persidangan, hakim
harus memberikan nasihat kepada pemohon, calon mempelai yang diajukan
permohonan dispensasi kawin, calon suami/istri, dan orang tua calon
suami/isteri. Langkah ini bertujuan
untuk melindungi anak dan mencegah pernikahan dini yang dapat berdampak negatif
pada kesehatan, pendidikan, psikologi, dan
kesejahteraan sosial. Meskipun demikian, mekanisme dispensasi nikah
masih memungkinkan pernikahan di bawah batas usia tersebut apabila terdapat
alasan yang sangat mendesak dan didukung bukti yang kuat. 5 Tahun 2019
yang menetapkan prosedur pemeriksaan dan standar pelaksanaan, sehingga
hakim wajib mengevaluasi kesiapan fisik, psikologis, dan persetujuan
anak serta memastikan tidak adanya paksaan dalam proses
tersebut. Namun, pelaksanaan UU Nomor 16 Tahun 2019 dalam praktiknya
masih menghadapi tantangan, seperti tingginya angka dispensasi nikah yang
diberikan dan ketidakefektifan implementasinya di beberapa daerah.
Luaran disusun oleh :
1. Ata
Alan Zhazha Mandaella
2.
Viorentina Septiana Pratama
3.
Alvara Wahyu Putra Aryanda
4.
Raden Agyattama Christian Chandra Yuwana
5.
Moch Bagus Al Zaim
6.
Anindhita Mutiara Anggraini
7.
Taufik Alam Kuncoro
8.
Liska Fernanda Widia Citra
9
.Rara Afifah Nugrahani
10 Azzahra
Khairunnisa
11. Suryani
Setiyo Kusumo
12. Dewi
Mutia Putri Wardani
13. Winda
Precisila
14. Bagus
Fajar Krisdiantoro
15
Sawung Hesatianto Citrosadewo
16
Aryoko Setiawan
0 komentar:
Posting Komentar